Skip to main content

Mendidik Rasa Bersalah

Si bungsu Abdul Qodir Jaelani (AQJ) alias Dul, anak pesohor Ahmad Dani, terlibat kecelakaan lalu lintas yang menyedot perhatian kita, mengalahkan krisis tahu dan tempe nasional. Enam korban nyawa melayang dan sembilan orang terkapar luka. Ah, sesungguhnya siapa pelaku dan siapa korban?

Frederic Reamer, profesor pakar perilaku remaja dari Rhode Island College, mengatakan bahwa perilaku impulsif dan berisiko tinggi (impulsive and high-risk behaviors) pada remaja kerap merupakan salah satu penanda mereka dalam kondisi stres yang tidak tertahankan. Sebagian di antara perilaku tersebut dikabarkan ada pada AQJ: hang out dan ngebut bersama teman-teman yang sama-sama berisiko, mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM, apalagi belum cukup usia, atau yang demen berkelahi, mem-bully, ngutil, memakai obat-obatan dan alkohol. Penanda itu bisa samar atau nyata. Bukan sekadar pengaruh lingkungan semata, tapi juga di dalam mereka sendiri memang amat rapuh. Masalahnya, mengapa dia menjadi lebih rapuh daripada usia sebayanya?

Perilaku itu kalau diabaikan akan cenderung merusak diri dan mencelakakan orang lain, bahkan membunuh. Perlu perhatian serius agar ada makna pembelajaran ke depan. Fokus kepada masalah tabrakan maut tersebut, dilakukan anak usia 13 tahun yang secara normatif belum diizinkan mengemudi, apalagi ngebut tanpa lisensi di tengah malam buta, anak pesohor lagi, wajar bila banyak keingintahuan di benak masyarakat. Apakah dia sudah terbiasa ngebut di jalan raya atau baru kali itu dilakukan? Pertanyaannya lagi, mengapa kasus seperti itu, tidak hanya dilakukan AQJ, bisa terjadi dan terus berulang? 

Bagaimana sistem tidak mengantisipasi dengan aturan yang tidak sekadar harus jelas, tapi juga menjalankannya dengan konsisten. Coba lihat di jalanan, banyak remaja belum cukup usia berkendara mobil atau sepeda motor tanpa mengindahkan tata cara berlalu lintas yang benar, tapi terjadi pembiaran oleh petugas. Juga, banyak pelanggaran lain dipertontonkan masyarakat, mulai pemimpin hingga anak muda kelas rakyat, yang karena terjadi ”pembiaran nasional”, akhirnya menjadi kelaziman baru.

Keluaga! Keluarga! 

Seorang anak atau remaja tentu secara individu dibentuk lingkungan, terutama keluarga. Namun, sebagai bagian dari masyarakat, tentu sistem di suatu komunitaslah yang ”mengizinkan” berbuat demikian. Meskipun sebagai anak yang belum dewasa, tentu pengaruh orang tua atau lingkungan keluargalah yang paling berpengaruh. Keluarga memberikan warna dasar anak akan berperilaku. 

Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh mestinya diperkenalkan pada pola pikir anak yang masih hitam-putih, lantas akan beradaptasi dengan realitas yang ada. Seperti kata P. Zimbardo, pakar psikologi sosial, kekuatan aturan dan nilai-nilai dalam membentuk realitas amat efektif untuk mengoordinasikan perilaku sosial. Misalnya, harus berhenti berkendara saat tanda lampu merah, tidak boleh ngebut di jalan umum, tidak memotong antrean, mendengarkan bila ada orang yang sedang berbicara, dan aturan sosial lain. Bermula dari rumah, lantas melangkah ke aturan masyarakat dan negara. Akan efektif bila ada sistem yang mengatur, yaitu reward dan punishmentberlaku tanpa pandang bulu dan berkesinambungan.

Mengapa anak tidak boleh mempunyai lisensi mengemudi ketika belum berusia 17 tahun. Atau, mengapa orang tua tidak harus selalu mengabulkan keinginan anak untuk mendapat sesuatu, bahkan harus ”kerja keras” lebih dulu kendati orang tuanya mampu. Tentu itu bukan semata sayang atau tidak sayang, bukan boleh atau tidak boleh. Itu mengajarkan bagaimana seseorang akan mampu untuk bersabar menunggu proses, tidak impulsif, jujur, dan tidak bermental menerabas, serta paham makna prioritas. 

Itulah modal amat mendasar untuk hal lebih besar di negeri ini, yaitu pencegahan perilaku koruptif! Sekaligus pembiasaan itu menanamkan ”rasa bersalah” (guilt culture) bila mengganggu atau melanggar hak orang lain, bukan sekadar ”rasa malu” (shame culture). 

Kembali kepada AQJ, betapa tidak sedikit orang tua masa kini, atas nama keberdayaan ekonomi dan ”slogan” sayang anak, mereka memanjakan anak dengan materi, cenderung sudah tidak proporsional lagi. Kata ayah AQJ: ”Satu anak satu mobil plus sopir”sehingga bisa jadi anak malah kurang belajar tentang makna berbagi atau tenggang rasa. Memberi tanpa proses menunggu dan berjuang yang wajar, demi siapa? Demi sayang anak atau demi gengsi orang tua? 

Di tengah kondisi masyarakat yang susah sekaligus ”sakit” saat ini, pelajaran tentang empati, memahami, dan tenggang rasa tentang perasaan serta kondisi orang lain tentu relevan untuk didendangkan di telinga anak muda. Bahwa ada hak orang lain yang juga penting di luar kepentingan sendiri sehingga perlu pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Bagaimana jika berada di posisi korban atau orang yang menderita, seperti para janda dan yatim baru dalam tragedi Dul.

Saya cuma khawatir, bila keinginan ayah AQJ yang dulu pernah dilontarkan untuk mendidik anak-anaknya ”menjadi lelaki sejati” akan menjadi kenyataan. Yaitu, menjadi lelaki sejati kendati melewati babak belur terlebih dahulu. Bisa jadi, ”babak belurnya’‘ tidak kunjung sembuh, atau sebaliknya akan menjadi manusia tahan banting. Namun, kalau ada pilihan lain yang lebih baik, mengapa tidak?

Sumber : Opini  Jawapos 19 September 2013

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Utara

Kalo di artikel sebelumnya kita bicara soal jalur selatan Kereta Api di Jawa, kali ini kita akan membahas mengenai jalur utara. Di jalur utara ini melintas kereta Argo Bromo Anggrek. Kereta ini dikenal sebagai raja di antara semua kereta api yang ada di Indonesia. Disebut raja karena ketika kereta api ini lewat, baik dari berlawanan arah atau arah yang sama, semua kereta akan berhenti untuk memberinya kesempatan berjalan terlebih dahulu. Mau tahu lintasan yang dilaluinya? Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian menggunakan jalur utara (dari Gambir sampai dengan Surabaya Pasar Turi). Stasiun yang dicetak dengan huruf besar termasuk kategori staiun besar. GAMBIR Gondangdia Cikini Manggarai JATINEGARA Cipinang Klender Klender Baru Cakung Rawa Bebek Kranji BEKASI Tambun Cibitung Cikarang Lemah Abang Tanjung Baru Kedung Gedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasep Pasir Bungur Cikaum Pagaden Baru Cipunegara Haurg

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Selatan

Kita mungkin kenal dengan Jakarta, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya. Ya, semua itu adalah nama kota di Jawa. Tapi tahukah Kaliwedi, Butuh, Luwung Gajah, Kemiri, Bagor? Saya yakin tidak semua orang mengenalnya. Jika Anda sering bepergian dengan Kereta Api melewati jalur selatan maka Anda akan menemukan stasiun dengan nama di atas. Dengan mengetahui perkiraan letaknya maka Anda bisa mengetahui posisi Anda sedang berada di dekat kota mana. Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian melalui jalur selatan (dari Pasar Senen sampai dengan Surabaya Gubeng). Stasiun yang dicetak tebak terbasuk kategori stasiun besar. Tut tut tut ... PASAR SENEN Gangsentiong Kramat Pondok Jati JATINEGARA Cipinang Klender Buaran Klender Baru Cakung Rawabebek Kranji BEKASI Bekasi Timur Tambun Cibitung Telaga Murni Cikarang Lemahabang Kedunggedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasap Pasirbungur Cikaum Pagaden B

Nyanyian Rindu Untuk Ibu - Ebiet G Ade

Tubuhmu yang terbungkuk tersandar lemah di kursi kayu tua jemari kurus terkulai menggenggam pena engkau goresan sajak sisa rambutmu perak tinggal sengeggam terbaca pahit kerasnya perjalanan nampakanya ingin kau tumpahkan seluruhnya di dalam puisi Dari alis matamu terbentuk garis guratan kokoh jiwa angin yang deras menghempas tak kau hiraukan batinmu kuat bertahan meskipun raga semakin rapuh tak pernah risau selalu tersimpul senyum sepantasnya kujadikan suri teladan potret perjuangan Oh-oh, ibu, ada yang ingin kutanyakan padamu hasil panen kemarin sesubur panenan yang kita petik bersama Oh-oh, ibu, apa kabar sawah kita sepetak masih bisakah kita tanami atau terendam ditelan zaman Setelah cucumu lahir aku lebih faham betapa beratnya membesarkan dan setia melindungi semua anak-anakmu kita yang selalu hidup sederhana kau sanggup mengasuh hingga kami dewasa dengarkankah nyanyian yang aku peruntukkan buatmu ibu....