Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2017

Pemuda Kiri Mendesak Proklamasi

Dalam pelajaran sejarah perjuangan Indoensia yang kita pelajari dikatakan bahwa pada saat menjelang proklamasi terjadi pertentangan antara golongan muda dan golongan tua. Pertentangan yang akhirnya menimbulkan peristiwa penculikan Rengasdengklok. K isah mengenai siapa yang terlibat pada masa itu hingga proklamasi terjadi jarang ditulis secara kengkap. Bacaaan ini menceritakan hal tersebut dengan detail. Catatan:  Bacaan ini tidak dianjurkan bagi orang berpeyakit jantung! Malam hari, 14 Agustus 1945, berita kekalahan Jepang pun sampai ke telinga para pemuda. Radio BBC London pada siang harinya telah mengabarkan soal menyerahnya Jepang kepada pasukan Sekutu di kapal USS Misouri. Kabar itu tetap sampai ke telinga pemuda Indonesia meski tentara Jepang menyita hampir semua radio milik rakyat. Gerakan Antifasis Perlawanan anti Jepang berhasil menyembunyikan sejumlah radio. Kelompok Syahrir, Amir Sjarifoedin, dan lainnya menyembunyikan dengan baik radio-radio tersebut sehingga teta

Arsip Rahasia AS: Hoax Mao Zedong Terlibat G30S

25 April 1966, koran resmi tentara, Angkatan Bersendjata, menerbitkan sebuah artikel yang berisi tuduhan terhadap Partai Komunis Cina (PKC) dan Mao Zedong. Artikel ini menuduh Mao terlibat dalam gerakan penculikan dan pembunuhan elit tentara pada 1 Oktober 1965. Elit tentara yang dinamakan Dewan Jenderal ini diisukan akan mengkudeta Sukarno.  Artikel ini memang hanya satu dari sekian banyak laporan serupa. Namun ia jadi menarik karena jadi artikel pertama yang menuduh Cina dan Mao terlibat.  Paragraf pertama artikel itu dibuka oleh kalimat bombastis, "Berdasarkan fakta, sekarang bisa disebutkan bahwa kudeta Gestapu/PKI direkayasa dan diatur di Peking dalam kerangka revolusi dunia yang disokong oleh Peking." Dikatakan bahwa kudeta tersebut adalah "langkah awal untuk merealisasikan mimpi Mao". Selanjutnya, artikel ini membahas mengapa kesimpulan itu bisa muncul.  Menurut artikel tersebut, rencana kudeta dimulai ketika Aidit datang ke Cina selama delapan

Perjuangan Orang Tionghoa dalam Pergerakan Nasional

Liem Koen Hian tak sudi koran yang dipimpinnya, Sin Tit Po, memberitakan pertandingan yang digelar Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB), asosiasi sepakbola yang menghimpun klub-klub yang didirikan orang-orang Eropa.  Saat itu, pada 1932, Liem berusaha keras melawan para jurnalis Belanda rasis yang melarang wartawan nonkulit putih untuk meliput. Ia mengorganisir pers berhaluan nasionalis untuk menolak memberitakan. Pendeknya: boikot. “Pemboikotan tersebut tidak terlepas dari pandangan bangsa Tionghoa (di Indonesia) yang diperjuangkan Liem. Indonesia adalah tanah air dan kebangsaan orang-orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda dan bukan Tionghoa yang letak geografisnya jauh dari Hindia Belanda,” tulis Rojil Nugroho Bayu Aji dalam Tionghoa Surabaya dalam Sepakbola (2010). Liem tak sendiri. Jurnalis nonkulit putih lain di Surabaya juga mendukung pendiriannya saat itu. Sikap keras Liem akhirnya membuat pertandingan NIVB hanya ramai di kalangan mereka sendiri. Sin T

Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia adalah suatu gerakan kebangsaan yang timbul pada bangsa Indonesia untuk menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sejak abad 19 dan abad 20 muncul benih-benih nasionalisme pada bangsa Asia Afrika khususnya Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya nasionalisme : FAKTOR DARI DALAM 1. Kenangan kejayaan masa lampau Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan sebelum masuk dan berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa India, Indonesia, Mesir, dan Persia pernah mengalami masa kejayaan sebagai bangsa merdeka dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan adanya kenangan akan kejayaan pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Dimana pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruh Nusantara, sedangkan masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat. 2. Bersat

Makan malam bersama Gerwani dan anak Pahlawan Revolusi

Pandangan Soemini sesekali menengok ke arah jendela. Dua tangannya mendekap. Diletakkan di atas paha. Jari-jemarinya tak bisa diam. Tatapannya agak sendu. Di dalam mobil lebih banyak diam. Hanya sesekali menanggapi pembicaraan.  Dia mantan anggota Gerakan Wanita (Gerwani), organisasi dimiliki Partai Komunis Indonesia (PKI). Kami mengajaknya ke Jakarta dari Pati, Jawa Tengah. Tujuannya sederhana. Mempertemukan dia dengan anak Pahlawan Revolusi untuk rekonsiliasi. Pertemuan diatur rapih. Di sebuah restoran kawasan Jakarta Pusat. Kami memfasilitasi. Soemini datang didampingi Moh Tarup, eks tahanan politik. Usia mereka sudah sepuh. Di atas 70 tahun. Kami menjemput mereka di Pati. Selanjutnya menuju Semarang, memakan waktu tiga jam. Kami lalu naik kereta dari Stasiun Semarang Tawang menuju Ibu Kota. Dua anak jenderal Pahlawan Revolusi sebelumnya sudah bersedia menemui. Adalah Agus Widjojo dan Catherine Panjaitan. Mereka anak Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Donal Issac (DI) Pan