Skip to main content

Posts

Jangan Sok Pinter, tapi Juga Jangan Bodoh

Saya mencuri dengar, seorang ibu yang mengirim anaknya kuliah ke luar negeri berpesan kepada si anak, ”Enggak usah pusing harus pulang. Cari kerja saja di sana, bahkan tinggal di sana. Di sini belum tentu ilmumu kepakai, belum tentu dihargai.” — KITA sudah sering mendengar kisah semacam ini, tanpa perlu menunjuk satu per satu kasus. Kita mungkin akan semakin sering kehilangan anak-anak semacam itu. Kalaupun ada yang kembali, kekhawatiran si ibu mungkin betul akan terjadi: ilmunya tak terpakai dan si anak banting setir mengerjakan apa saja demi mengisi perut. Di warung kopi, sekelompok teman lama sedang ramai berbagi kisah setelah lama tak berjumpa. Mereka menceritakan repotnya memasukkan anak ke sekolah negeri. Repotnya berurusan dengan rumah sakit mempergunakan BPJS. Penat badan tiap hari melaju dari rumah ke tempat kerja, dua hingga tiga jam perjalanan pakai motor. Satu kawan tak banyak bicara. Ia tersingkir dari perbincangan. Kenapa? Karena ia tak memiliki masalah-masalah itu. Anakn
Recent posts

Perbuatan Baik

 Apakah menemukan koin-koin emas sementara kamu punya utang yang harus dibayar (dan berarti jaminan dibebaskan dari penjara karena urusan utang itu) lalu malahan mengembalikannya ke si pemilik merupakan perbuatan baik? — PERTANYAAN itu muncul di film A Hero karya sutradara kenamaan Iran, Asghar Farhadi. Dengan agak sinis, si rentenir yang memberinya utang memberi jawaban menusuk: Itu bukan perbuatan baik. Itu sesuatu yang harus dilakukan. Artinya, kewajiban dasar semata. Pertanyaan tersebut juga merembet ke pertanyaan-pertanyaan lain. Siapakah yang pantas disebut pahlawan? Apakah pahlawan adalah mereka yang melakukan perbuatan baik (untuk masyarakat atau seseorang)? Perbuatan baik macam apa? Jangan-jangan, apa yang disebut perbuatan baik itu sebetulnya kewajibannya belaka? Jangan-jangan, para pahlawan yang kita kenal itu sebetulnya ya mengerjakan tugasnya. Film itu, meskipun hanya berkisah tentang orang yang sedang memperoleh pembebasan sementara dari penjara beserta dilemanya, menyere

Keyakinan pada Tes Cepat (Quick Test) Menyebabkan Epidemi Yang Tidak Pernah Terjadi

Hari-hari terakhir, kasus COVID19 di Indonesia semakin bertambah. Banyak pakar berkata untuk memperbanyak dengan tracing dengan melakukan tes. Masalahnya tes seperti apa yang harus dilakukan? Artikel ini sudah disinggung dalam tulisan sebelumnya " Tes COVID19 PCR Secara Ilmiah Tidak Berarti " yang dipublikasikan di OffGuardian pertama tanggal 27 Juni 2020. Tulisan ini terjemahan dari artikel yang dimuat di The New York Times tanggal 22 Januari 2007, hampir 15 tahun yang lalu sebelum pandemi COVID19 muncul. Pada artikel ini dipaparkan bagaimana tes cepat PCR salah memprediksi adanya epidemi di Dartmouth hingga ribuan orang dirawat tidak dengan semestinya . Banyak artikel mengenai kasus yang terjadi Dartmouth, Anda bisa mencari di link ini . Ketika  semakin banyak negara berdamai dengan COVID19 , mungkinkah yang terjadi adalah  pseudo-epidemics? Dr. Brooke Herndon, seorang internis di Dartmouth-Hitchcock Medical Center, tidak bisa berhenti batuk. Sudah dua minggu mulai pertenga

Apa Itu Marxisme yang Diperbolehkan Menristekdikti untuk Dikaji?

Dua mahasiswa di Probolinggo, Jawa timur, ditangkap polisi karena membawa buku bertemakan komunisme, Sabtu (27/7) . Peristiwa itu bermula saat keduanya membawa buku biografi ketua Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit,  untuk perpustakaan jalanan di Alun-alun Kraksaan.  Kedua mahasiswa itu adalah Muntasir Billah (24) dan Saiful Anwar (25). Mereka tergabung dalam komunitas Vespa Literasi. Yakni, sebuah komunitas yang rutin menggelar perpustakaan jalanan setiap Sabtu malam.  Berdasarkan keterangan Polsek Kraksaan, petugas menyita empat judul buku dari lapak baca mereka, yakni ‘Dua Wajah Dipa Nusantara’, ‘Menempuh Djalan Rakjat D.N AIDIT’, ‘Sukarno Marxisme & Leninisme’, dan ‘D.N Aidit: Sebuah Biografi Ringkas.  Penangkapan keduanya pun menimbulkan polemik. Sejumlah pihak menilai polisi tak seharusnya menangkap dua mahasiswa tersebut. Itu karena, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 memutuskan pelarangan buku harus melewati proses pengadilan.  Kala itu, MK mencabut Undang-Undang Nomo

Pesan Kemanusiaan Paus Fransiskus di Timur-Tengah

Jakarta - Paus Fransiskus Asisi melakukan kunjungan bersejarah ke Timur-Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Semua kunjungannya mempunyai nilai historis, religius, bahkan humanis. Teranyar, Paus Fransiskus berkunjung ke Irak dan bertemu dengan Ayatullah Ali Sistani, Pimpinan Spiritual Tertinggi Syiah Irak yang bermukim di Najaf. Dua sosok itu menampilkan wajah agama yang substantif. Meskipun keduanya berasal dari dua agama dan keyakinan yang berbeda, tetapi keduanya berjumpa dalam satu titik, yaitu kemanusiaan. Mata airnya adalah Imam Ali bin Abi Thalib yang masyhur dengan ungkapan emasnya, "Manusia itu ada dua macam. Ia bersaudara dalam satu agama yang sama atau ia bersaudara sesama manusia, ciptaan Tuhan." Jauh sebelum kunjungan bersejarah ini, pada 2017, Paus Fransiskus juga berkunjung ke Mesir berjumpa Imam Besar al-Azhar, Syaikh Ahmed al-Tayyeb. Kunjungan tersebut menandai kerjasama lintas iman yang diinisiasi al-Azhar dan Vatikan. Kedua poros institusi keagamaan terbes

Dorothy Law Nolte: Anak Belajar Dari Kehidupannya

Artikel kali ini lebih ke arah pemahaman tentang Dorothy Law Nolte. Karyanya yang membahas tentang anak akan belajar dari apa yang mereka jalani. Mungkin untuk bisa mengerti artikel ini kita perlu menggunakan sisi perasaan kita, sekalipun kita sudah dewasa :) Silahkan simak tentang Children Learn What They Live , karya Dorothy Law Nolte, Ph.D Children Learn What They Live If children live with criticism, they learn to condemn. If children live with hostility, they learn to fight. If children live with fear, they learn to be apprehensive. If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves. If children live with ridicule, they learn to feel shy. If children live with jealousy, they learn to feel envy. If children live with shame, they learn to feel guilty. If children live with encouragement, they learn confidence. If children live with tolerance, they learn patience. If children live with praise, they learn appreciation. If children live with acceptance, they learn to l

Agama Itu Candu

" RELIGION is the opium for the people ". Agama itu candu bagi masyarakat. Pendapat Karl Marx yang ditulis pada 1843 ini telah mengundang polemik, pro-kontra. Aslinya ditulis dalam bahasa Jerman: Die Religion istdas Opium des Volkes . Jika tidak membaca teks aslinya dalam formatnya yang utuh, pembaca akan mudah salah paham, apakah sesungguhnya yang dia maksudkan dengan ungkapan itu. Dalam paragraf yang lebih utuh dituliskan: Religion is the sigh of the oppressed culture, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people . Agama adalah desah hidup masyarakat dalam dunia yang tertindas, yang tak lagi punya jiwa. Dalam kondisi demikian, agama bagaikan candu yang bisa meringankan beban dan derita hidup. Ketika kebahagiaan hidup dalam dunia yang nyata sudah terampas, agama adalah hiburan dan pelarian terakhir. Dalam agama, seseorang menemukan harapan akan kebahagiaan dan keadilan yang datang dari Tuhan pada dunia spiritual, meskipun