Skip to main content

Pribumi, Muslim, dan Kesenjangan

Hampir sebagian besar pendatang adalah minoritas. Tapi mengapa mereka bisa sukses dan menguasai ekonomi? Tulisan ini akan memberi gambaran siapa yang dimaksud pendatang, bagaimana hubungan antara ethnis dan agama dalam kesuksesan seseorang,

Ada satu ungkapan yang cenderung diyakini banyak orang sebagai kebenaran dalam soal kesenjangan. Yaitu, bahwa ekonomi Indonesia dikuasai oleh sekelompok minoritas. Sementara itu orang-orang pribumi tidak kebagian, dan hidup miskin. Itulah potret kesenjangan ekonomi yang kita lihat. Kesenjangan adalah salah satu pangkal kecemburuan sosial, yang menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Untuk mencegah konflik, kesenjangan harus dihilangkan.

Kita semua sepakat bahwa kesenjangan itu ada. Tapi menurut saya, ada beberapa detail yang harus diluruskan. Misalnya soal siapa yang kita maksud dengan pribumi, dan minoritas. Kita sering membuat penyederhanaan bahwa yang dimaksud minoritas itu adalah Tionghoa, dan pribumi itu adalah yang selain itu. Lebih khusus lagi, pribumi itu adalah muslim. Maka kecemburuan sosial karena kesenjangan ekonomi sering bercampur aduk dengan soal etnis dan agama.

Sebenarnya masalahnya tidak sesederhana itu. Nonpribumi itu tidak selalu Tionghoa. Bagi orang Dayak di Kalimantan, Madura itu adalah nonpribumi. Mereka pendatang. Mereka juga cukup dominan menguasai beberapa sektor ekonomi lokal. Demikian pula di berbagai wilayah Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua, orang-orang Sulawesi Selatan yang terkenal aktif berniaga, menguasai banyak sektor ekonomi. Bagi penduduk setempat, mereka adalah pendatang.

Ada apa sebenarnya dengan kaum pendatang, sehingga mereka bisa menguasai ekonomi? Ini soal pola pikir. Saya lebih suka melihatnya dengan cara itu ketimbang melihat etnisnya. Para pendatang umumnya adalah orang yang mau pergi meninggalkan kampung halaman, untuk suatu tujuan. Umumnya tujuannya adalah untuk mengubah penghidupan ekonomi.

Cendekiawan Iran Ali Syariati ketika menggambarkan hijrah Nabi menjelaskan bahwa orang punya keterikatan yang sangat kuat dengan tempat asalnya. Diperlukan energi yang sangat besar untuk melepas ikatan itu. Energi itu berupa tekad kuat untuk mengubah nasib tadi. Artinya, para perantau atau pendatang itu adalah orang-orang yang punya energi besar untuk bertarung. Itu yang membentuk etos kerja, yang kelak mereka wariskan kepada anak cucuk.

Ekonomi memang dikuasai oleh sekelompok minoritas. Itulah hakikat kesenjangan ekonomi. Ada sekelompok kecil orang yang menguasai begitu banyak kekayaan, sementara sekelompok besar lainnya hanya kebagian sedikit saja. Masalahnya, banyak orang yang serta merta mengidentifikasi minoritas itu sebagai Tionghoa, dan nonmuslim. Padahal tidak demikian.

Memang betul, ada banyak konglomerat kita yang berasal dari etnis Tionghoa. Tapi, tidak sedikit pula yang bukan. Chairul Tanjung, Bakrie, dan sebagainya itu bukan orang Tionghoa. Mereka juga bisa kaya raya. Di sisi lain, etnis Tionghoa yang tidak kebagian juga banyak. Ada puluhan juta orang Tionghoa yang bukan konglomerat, hidup sebagai warga biasa.

Yang hendak saya sampaikan adalah, mari lihat ekonomi dengan kaca mata ekonomi, bukan dengan kaca mata lain yang tidak relevan, seperti etnis dan agama. Mengapa orang-orang itu jadi konglomerat? Karena mereka berbisnis. Itu poin terpentingnya. Siapapun, dari etnis apapun, bisa jadi kaya raya kalau mereka berbisnis.

Siapa yang tumbuh besar, atau siapa yang kalah dalam berbisnis, ditentukan oleh banyak faktor, termasuk di antaranya atmosfer politik. Bisnis anak-anak Soeharto di masa lalu, misalnya, menjadi besar dan menggurita tentu bukan karena mereka piawai berbisnis. Mereka mendapat berbagai keistimewaan. Sejumlah konglomerat lain pun begitu. Tak peduli mereka Tionghoa atau bukan.

Ketimbang meributkan suku dan agama, lebih penting bagi kita untuk meributkan soal keadilan. Iklim bisnis yang tak adil itu merugikan banyak orang, tak peduli apa agama atau suku dia. Maka sikap kritis kita lebih tepat bila kita arahkan untuk memantau ketidakadilan regulasi, atau praktik kolusi, ketimbang menyuburkan kecemburuan berbasis etnis atau agama.

Kesenjangan harus dihilangkan. Celah yang menganga antara orang kaya dan orang miskin harus kita perkecil. Porsi terbesar untuk mengatasinya ada di tangan pemerintah. Tapi sebagai warga negara kita harus berperan. Bagaimana caranya? Pertama, berhenti melihat kesenjangan dalam perspektif lain di luar soal ekonomi.

Sederhananya, lihatlah kesenjangan sebagai soal kesenjangan ekonomi, tidak dengan kebencian pada etnis atau agama orang lain. Kedua, arahkan "energi iri" kita untuk membangun, bukan merusak. Kalau kita iri melihat orang lain kaya, maka berusahalah agar diri kita bisa kaya juga. Gunakan energi kita untuk membuat diri kita kaya, bukan untuk membenci orang kaya.

Demikian pula, manfaatkan kekuatan ikatan primordial seperti suku dan agama untuk membangun, bukan untuk membenci. Orang-orang Minang punya gerakan Gebu Minang yang bertujuan memperkuat ikatan untuk bersinergi menjadi lebih kuat lagi, tanpa perlu membenci pihak lain. Orang Sulawesi Selatan punya Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) yang punya semangat yang sama.

Dalam konteks agama, khususnya Islam, gunakan semangat persaudaraan untuk membantu kaum yang lemah. Sekali lagi, bukan untuk mengobarkan cemburu kepada umat lain.. Ormas-ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah sudah bekerja untuk ini. Tapi kerja ini mesti terus dijaga agar tetap di jalurnya. Tentu saja intensitasnya harus terus ditingkatkan. 

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

Sumber : detik.com

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Utara

Kalo di artikel sebelumnya kita bicara soal jalur selatan Kereta Api di Jawa, kali ini kita akan membahas mengenai jalur utara. Di jalur utara ini melintas kereta Argo Bromo Anggrek. Kereta ini dikenal sebagai raja di antara semua kereta api yang ada di Indonesia. Disebut raja karena ketika kereta api ini lewat, baik dari berlawanan arah atau arah yang sama, semua kereta akan berhenti untuk memberinya kesempatan berjalan terlebih dahulu. Mau tahu lintasan yang dilaluinya? Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian menggunakan jalur utara (dari Gambir sampai dengan Surabaya Pasar Turi). Stasiun yang dicetak dengan huruf besar termasuk kategori staiun besar. GAMBIR Gondangdia Cikini Manggarai JATINEGARA Cipinang Klender Klender Baru Cakung Rawa Bebek Kranji BEKASI Tambun Cibitung Cikarang Lemah Abang Tanjung Baru Kedung Gedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasep Pasir Bungur Cikaum Pagaden Baru Cipunegara Haurg

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Selatan

Kita mungkin kenal dengan Jakarta, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya. Ya, semua itu adalah nama kota di Jawa. Tapi tahukah Kaliwedi, Butuh, Luwung Gajah, Kemiri, Bagor? Saya yakin tidak semua orang mengenalnya. Jika Anda sering bepergian dengan Kereta Api melewati jalur selatan maka Anda akan menemukan stasiun dengan nama di atas. Dengan mengetahui perkiraan letaknya maka Anda bisa mengetahui posisi Anda sedang berada di dekat kota mana. Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian melalui jalur selatan (dari Pasar Senen sampai dengan Surabaya Gubeng). Stasiun yang dicetak tebak terbasuk kategori stasiun besar. Tut tut tut ... PASAR SENEN Gangsentiong Kramat Pondok Jati JATINEGARA Cipinang Klender Buaran Klender Baru Cakung Rawabebek Kranji BEKASI Bekasi Timur Tambun Cibitung Telaga Murni Cikarang Lemahabang Kedunggedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasap Pasirbungur Cikaum Pagaden B

Nyanyian Rindu Untuk Ibu - Ebiet G Ade

Tubuhmu yang terbungkuk tersandar lemah di kursi kayu tua jemari kurus terkulai menggenggam pena engkau goresan sajak sisa rambutmu perak tinggal sengeggam terbaca pahit kerasnya perjalanan nampakanya ingin kau tumpahkan seluruhnya di dalam puisi Dari alis matamu terbentuk garis guratan kokoh jiwa angin yang deras menghempas tak kau hiraukan batinmu kuat bertahan meskipun raga semakin rapuh tak pernah risau selalu tersimpul senyum sepantasnya kujadikan suri teladan potret perjuangan Oh-oh, ibu, ada yang ingin kutanyakan padamu hasil panen kemarin sesubur panenan yang kita petik bersama Oh-oh, ibu, apa kabar sawah kita sepetak masih bisakah kita tanami atau terendam ditelan zaman Setelah cucumu lahir aku lebih faham betapa beratnya membesarkan dan setia melindungi semua anak-anakmu kita yang selalu hidup sederhana kau sanggup mengasuh hingga kami dewasa dengarkankah nyanyian yang aku peruntukkan buatmu ibu....