Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, mengomentari cuitan Fadli Zon dengan pertanyaan seperti ini. ”Ukuran keberhasilan yang telah Anda lakukan apa Pak Fadli yang terhormat? Mohon pencerahan. ” Setelah membaca komentar itu, malah saya yang kesetrum. Pertanyaan itu membombardir saya dengan sejuta pertanyaan di kepala.
Sebagai
Apa ukuran kesuksesan saya sebagai seorang anak? Sebagai seorang kakak? Sebagai seorang adik? Sebagai seorang laki-laki? Sebagai seorang karyawan? Sebagai seorang pimpinan? Sebagai seorang warga negara? Sebagai seorang murid? Sebagai seorang teman? Sebagai seorang tetangga? Sebagai seorang rekan usaha? Sebagai guru? Sebagai polisi? Sebagai politikus? Sebagai pembantu rumah tangga? Dan sejuta sebagai lainnya?
Dan mungkin untuk Anda yang telah menikah, pertanyaan bisa jadi bertambah dengan apa ukuran kesuksesan sebagai suami? Sebagai istri? Sebagai ayah? Sebagai ibu? Sebagai orangtua? Sebagai pasangan hidup? Apa ukuran kesuksesan perkawinan Anda?
Ketika saya membaca ulang pertanyaan Ibu Susi itu, saya sejujurnya bingung menjawabnya. Apa ukuran kesuksesan saya sebagai seorang anak, misalnya? Apakah karena saya anak yang baik, sopan, menghormati orangtua meski di dalam hati begitu banyak peraturan rumah yang tak saya setujui dan saya sukai?
Apakah kalau saya membicarakan keburukan yang pernah dibuat ayah saya dan menceritakan di kolom ini saya telah gagal sukses sebagai anak? Meski bisa jadi, cerita itu membantu seseorang untuk tidak berbuat seperti apa yang ayah saya lakukan?
Apakah karena saya sebagai anak, meski tak terlalu pandai, bisa begitu beruntungnya bekerja di sebuah perusahaan multinasional dan mendapat upah yang lebih dari layak dan mampu membiayai diri sendiri dan membantu orangtua?
Apakah ukuran kesuksesan saya sebagai anak adalah berhasil memenuhi kriteria apa pun yang diberikan orangtua? Dari kriteria soal pendidikan, pasangan hidup, dan penampilan sehingga sejauh saya sudah menikah dan berhasil memberi cucu yang sehat, pandai, dan lengkap menjadi ukuran kesuksesan saya sebagai anak. Maksudnya sukses adalah punya anak perempuan dan laki-laki dan tak ada yang flamboyan atau tak ada yang lahir cacat?
Terukur
Apakah ukuran kesuksesan sebuah perkawinan? Karena tak ada problem dan prahara? Atau ada perselingkuhan, tetapi bisa kembali tenteram dan tak jadi bercerai? Atau tetap ada perselingkuhan, tetapi salah satunya bertahan dan lama-lama apatis, yang penting semua orang tahu perkawinan masih utuh meski yang tahu retaknya hanya yang berada dalam perkawinan yang retak itu?
Apakah ukuran kesuksesan perkawinan itu adalah tetap bersama dalam badai dan dalam keadaan apa pun. Suami tertangkap karena korupsi, tetapi istri tetap setia sampai mati seperti kesetiaan yang ditunjukkan ketika kasus korupsi belum terungkap?
Apakah ukuran kesuksesan saya sebagai pemimpin? Karena tak ada karyawan yang berani melawan atau ada bawahan yang bisa Anda gunakan untuk menjadi mata-mata? Atau ukuran kesuksesannya karena saya punya komitmen untuk membesarkan usaha, berhasil mengembangkan usaha yang tadinya hanya punya 1 toko sekarang punya 10 toko dalam kurun waktu 3 tahun? Atau hanya komit menjadi pemegang saham, tetapi pemegang saham lain yang bekerja membesarkan dan Anda hanya ongkang-ongkang kaki?
Apakah ukuran kesuksesan itu hanya didasari hal yang terukur? Dari 1 toko sampai 10 toko, tetapi mencapai 10 toko itu dengan cara-cara yang tak santun, misalnya. Atau menjadi wajib pajak yang baik dan patuh, meski saat mengisi formulir, pengisiannya dilakukan dengan dahi berkerut karena kesal harus membayar pajak, tetapi tak kesal menjadi kaya raya.
Atau misalnya, seseorang mendapat penghargaan sebagai seorang public relations terbaik dan melakoni pekerjaan itu dengan senyum yang datang dari hati. Dari hati yang penuh kepalsuan, maksudnya. Apakah demikian adanya?
Atau kesuksesan dapat diukur karena jumlah teman yang banyak dalam kehidupan sosial, tetapi dari segi kualitas pertemanan mungkin jauh dari yang disebut berkualitas. Saya bisa memeluk mereka dengan hangat, berada di samping mereka saat kesusahan, saya bisa mengatakan mereka adalah sahabat terbaik di media sosial saat mengunggah foto, tetapi kemudian menceritakan kejelekan mereka ke mana-mana ketika bersama temanteman lainnya.
Kemudian nurani saya yang bawel mengajukan pertanyaan seperti ini. ”Lah kalau kamu, apa ukuran kesuksesanmu menjadi penulis?” Terus saya membalas. ”Woe… enggak baca tulisan dari atas? Saya ini sedang bertanya bagaimana mengukur kesuksesan. Kalau sekarang lagi bertanya, yaa…artinya saya sendiri enggak tahu.”
Samuel Mulia
Sumber : Kompas 18 Februari 2018
Comments