Skip to main content

Belajar dari Kegagalan Si Burung Besi Oranye

Hampir dua bulan ini sejumlah burung besi yang didominasi warna oranye dan berlogo manusia bersayap yang tengah siap terbang itu tidak menyambangi langit biru yang menjadi rute penerbangannya. Ya, sejak 19 Maret 2008 pesawat Adam Air memang tidak mengangkasa, akibat dibekukan izin terbangnya (operation specification). Selain itu, karena banyaknya persoalan yang kini masih dalam penyidikan hukum, Adam Air tinggal mengantongi tiket Airline Operating Certificate (Izin Operasional Terbang) yang terancam akan dicabut jika tiga bulan mendatang belum ada perbaikan atas masalah yang terjadi.

Konsumen, regulator, pelaku industri penerbangan, dan karyawan PT Adam Sky Connection Airlanes (Adam Air) menuding persoalan kompleks menjadi biang keladi kejatuhan perusahaan itu. Padahal, kalau kita tengok ke belakang, perkembangan bisnis Adam Air cukup mengesankan. Lihatlah, di awal operasi pada 19 Desember 2003, Adam Air hanya menerbangkan dua pesawat Boeing 737 sewaan dari GE Capital Aviation Services, dan tahun 2008 diperkuat oleh 22 pesawat. Itu belum termasuk gambaran jumlah penjualan tiket yang laris manis.

Berdasarkan data Direktorat Angkatan Udara, tahun 2004 penumpang domestik Adam Air yang menggunakan lima armada sebanyak 484.754 orang. Tahun 2005, dengan didukung 15 armada, junmlah penumpang naik lagi: domestik 2.324.996 orang dan internasional 106.423 orang. Pada 2006, jumlah penumpang dalam negeri tercatat 4.873.753 orang dan kargo domestik 16.622 ton. Lalu, tahun 2007 boleh dibilang puncak pertumbuhan Adam Air selama lima tahun terakhir. Jumlah penumpang domestik 6.252.373 orang dan internasional 120.618 orang, dengan armada 22 pesawat.

Lantas, mengapa perusahaan penerbangan yang dibesut pasangan suami-istri Suherman dan Sandra Ang itu sekarang kolaps? “Dalam kasus Adam Air, penyebab kegagalan terbesar adalah faktor internal. Sementara faktor eksternal adalah trigger atau pemicu yang mempercepat kegagalan tersebut, ungkap Hentje Pongoh. Pengamat penerbangan dari Pasific Aviation itu menjelaskan, faktor eksternalnya, antara lain, persaingan pasar dan peraturan pemerintah. Adapun faktor internalnya meliputi soal SDM dan organisasi perusahaan, finansial, teknis, serta operasional. Sebagai perusahaan yang didirikan, dimiliki dan dijalankan oleh sebuah keluarga, jelas bahwa Adam Air memiliki gaya manajemen keluarga. Anggota senior dalam keluarga cenderung lebih dominan terhadap anggota keluarga yang lebih junior, terutama dalam pengambilan keputusan terakhir.

Bahkan kabarnya, peran Sandra Ang (ibu Adam Adhitya Suherman) sebagai komisaris lebih dominan ketimbang Adam Adhitya Suherman yang menjadi Presdir Adam Air. Menurut Gustiono, mantan Direktur Keuangan dan Wapresdir Adam Air, Sandra merupakan tokoh kunci yang mengatur semuanya, dari hal kecil hingga besar. Misalnya, pengembalian uang tiket dari hasil penjualan yang tidak disetorkan ke rekening, diintruksikan oleh Sandra untuk dikirim ke rumahnya di Pluit, Jakarta Utara. Selain itu, dalam perekrutan karyawan, ia juga banyak berperan tanpa melihat kompetensi calon. Direksi boleh dibilang hanya sebagai boneka, ungkap Gustiono. Lebih konyol lagi, Sandra pun berperan dalam penentuan pemberangkatan pesawat. Ini dibuktikan dengan kacau-balaunya proses maintenance, karena anak sulungnya, Rusman Suherman, ikut cawe-cawe. Padahal, komando tertinggi seharusnya berada di tangan Direktur Teknik Rinaldy Yuliddin. Toh, kenyataannya Rinaldy tidak bisa mengambil keputusan bila tidak mendapat lampu hijau dari Rusman. “Rusman ini posisinya apa, karena tidak ada dalam struktur organisasi, ujar Gustiono kesal.

“Karena, apa yang ada di mata keluarga ini (Suherman) selalu dinilai dengan uang, uang dan uang untuk mengeruk kekayaan, Kapten Sugoro menimpali. Mantan pilot Adam Air ini tak habis pikir mengapa perusahaan penerbangan yang dikelola manajemen amburadul itu bisa maju beberapa waktu lalu. “Terus terang, saya kagum sekaligus kaget dengan gaya manajemen Adam Air, kata pria yang pernah 13 tahun menjadi pilot Merpati Airlines itu. Sugoro menemukan beberapa penyimpangan pengelolaan Adam Air. Contohnya, kontrak kerja karyawan yang dianggapnya menyalahi aturan ketenagakerjaan. “Manajemen juga selalu memberi janji-janji muluk, imbuhnya. Manajemen mengatakan, jika kondisi perusahaan mulai membaik, otomatis penghasilan meningkat dan karyawan bakal diberi saham. Akan tetapi, faktanya kini gaji karyawan saja sering telat.

Mantan pilot Adam Air lainnya pun tak kalah sengit mengkritik kepemimpinan keluarga Suherman. “Pemilik Adam Air bisa dikatakan bermodal coba-coba dalam membangun bisnis penerbangan, ucap mantan eksekutif Adam Air yang ogah disebutkan identitasnya itu. Tak bisa dimungkiri, bisnis airlines merupakan prestise tersendiri bagi keluarga Suherman. “Jangan salah lho, sebenarnya yang menutup Adam Air itu ya pemiliknya sendiri. Jadi, bukan semata-mata di-grounded pemerintah atau tidak meraih profit, ia menegaskan. Sebab, idealnya dalam bisnis penerbangan semuanya telah ada cetak biru atau buku bakunya. Sayang, dalam praktiknya sering diselewengkan. Umpamanya, saat ia mengajukan dana Rp 100 juta ke pemilik untuk kepentingan standar keamanan pesawat, rupanya ditawar, hanya dikasih Rp 50 juta. Tentu saja, dengan anggaran yang sedikit, kualitas perbaikan pesawat atau penggantian suku cadang pesawat menjadi kurang.

Kasus lainnya, manakala ia meminta penggantian ban roda pesawat menjadi baru semua, pemilik ternyata menolak. Mereka bahkan menyarankan agar ban pesawat memakai yang vulkanisir. Padahal, ban vulkanisir yang bersertifikat pun maksimal hanya bisa dipakai tiga kali penerbangan. Celakanya, akibat ban vulkanisir itu alih-alih menghemat, malah pesawatnya hancur gara-gara kecelakaan, bahkan kini izin terbangnya dicabut. “Secara pribadi, kalau melihat apa yang terjadi di Adam Air, jujur saja kok seperti mengelola toko kelontong saja, katanya kesal. Ia mengungkapkan, pemilik kerap mem-by-pass dalam pengambilan keputusan. Ia pun tidak setuju jika penyebab kecelakaan Adam Air selama ini dialamatkan ke para pilot. Skill pilot Adam Air, menurutnya, sudah kompeten dan sesuai dengan aturan.

Berbeda dari beberapa rekannya yang mengecam manajemen Adam Air, Rinaldy Yuliddin justru memuji. “Tidak ada intervensi Sandra Ang dan Adam Suherman. Mereka sangat profesional, tuturnya. Sejak ia bergabung dengan Adam Air tahun 2005, suku cadang yang dipakai maskapai itu telah sesuai dengan aturan Company Maintenance Manual. Setiap hari ada tiga jadwal perawatan rutin yang harus dilakukan, yakni sebelum terbang, saat transit dan harian yang dilakukan oleh teknisi Adam Air yang berlisensi.

Kendati demikian, di mata pengamat bisnis penerbangan, kiprah keluarga Suherman mengelola Adam Air pun dinilai tidak profesional. Rhenald Kasali mengatakan, jika diibaratkan dengan model DNA, karakter keluarga ini ber-DNA Glodok, tapi ingin menangani perusahaan penerbangan. Padahal, bisnis penerbangan itu sarat integritas tinggi (transparansi, keamanan, kepastian). “Kalau seorang pengusaha, DNA-nya pedagang, mentalnya informal. Ironisnya, di industri airlines tidak bisa begitu. Semua sistemnya harus jelas karena regulasinya banyak, ujar pakar manajemen dari Magister Manajemen Universitas Indonesia itu.

Ketika kondisi manajemen Adam Air agak oleng, masuklah investor baru, yaitu Grup Bhakti Investama melalui PT Global Transport Service dan PT Bright Star Perkasa pada 7 Maret 2007. Bhakti menyetor modal Rp 157,5 miliar untuk mendapatkan porsi saham 50%. Investor baru diharapkan meningkatkan kinerja Adam Air. Ternyata, hasilnya di luar dugaan. “Bergabungnya Bhakti dengan Adam Air setahun terakhir tidak terlalu banyak memberikan perubahan positif, ujar Nasrullah Nawawi, Manajer SDM & Legal Adam Air, menegaskan. Pihak pendiri tetap tidak transparan dalam pengadaan barang. Di sisi lain, pihak Bhakti terlalu cepat memaksakan sistem yang mereka inginkan tanpa peduli kultur pemilik lama. Bisa ditebak, kisruh di antara kedua pemegang saham itu makin memuncak. Buntutnya, keluarga Suherman dilaporkan Bhakti telah menggelapkan uang. Misalnya, penjualan tiket tercatat Rp 1,172 triliun, tapi duit yang masuk ke rekening perusahaan cuma Rp 1,139 triliun. Lalu, pembelian suku cadang senilai Rp 120,8 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan, tahun 2005 Adam Air ketahuan tidak membayar pajak sebesar Rp 15,24 miliar.

Terlepas dari karut-marutnya manajemen Adam Air, harus diakui, maskapai itu telah berhasil membentuk citra sebagai salah satu low cost carrier (LCC) terbaik di Indonesia, sehingga menjadi salah satu pemain kuat di jalur penerbangan domestik. Namun, jumlah angkutan penumpang (pax load factor) yang tinggi itu tidak diimbangi dengan low operating cost (biaya operasional penerbangan yang rendah). Alhasil, lebih besar pasak daripada tiangnya.

Menurut Hentje, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kasus kegagalan bisnis Adam Air sebagai LCC. Pertama, maskapai penerbangan yang menjual tiketnya dengan tarif murah juga mesti memperhatikan dan menjaga agar biaya operasional penerbangannya tetap rendah (low operating cost). Sebab, cuma maskapai penerbangan yang memiliki struktur biaya operasional paling rendah yang bakal memenangi persaingan. Kedua, SDM yang berpengalaman, kompeten dan profesional merupakan aset terbesar dan terpenting dalam bisnis penerbangan serta menentukan maju-mundurnya perusahaan penerbangan. Ketiga, peran pemerintah sebagai regulator dan pengontrol perusahaan penerbangan harus benar-benar dijalankan secara konsisten dan tanpa pandang bulu.

Yang jelas, untuk menjadi maskapai teladan dalam industri penerbangan di Indonesia, menurut Hentje, ada beberapa aspek yang mesti dipenuhi. Dari sudut pandang konsumen, harus memiliki standar keamanan, keselamatan dan pelayanan yang tinggi serta tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Dari sisi karyawan, wajib memiliki standar kesejahteraan dan pelayanan yang tinggi, serta komunikasi dua arah secara sehat. Lalu, dari sudut pandang pemerintah, mesti menegakkan peraturan yang berlaku.

Reportase: Afiff Maulana Dewanda, Darandono, Herning Banirestu, M.Husni Mubarak, S. Ruslina, Tutut Handayani, dan Wini Angraen/Riset: Sarah Ratna Herni


Sumber : Swa

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Utara

Kalo di artikel sebelumnya kita bicara soal jalur selatan Kereta Api di Jawa, kali ini kita akan membahas mengenai jalur utara. Di jalur utara ini melintas kereta Argo Bromo Anggrek. Kereta ini dikenal sebagai raja di antara semua kereta api yang ada di Indonesia. Disebut raja karena ketika kereta api ini lewat, baik dari berlawanan arah atau arah yang sama, semua kereta akan berhenti untuk memberinya kesempatan berjalan terlebih dahulu. Mau tahu lintasan yang dilaluinya? Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian menggunakan jalur utara (dari Gambir sampai dengan Surabaya Pasar Turi). Stasiun yang dicetak dengan huruf besar termasuk kategori staiun besar. GAMBIR Gondangdia Cikini Manggarai JATINEGARA Cipinang Klender Klender Baru Cakung Rawa Bebek Kranji BEKASI Tambun Cibitung Cikarang Lemah Abang Tanjung Baru Kedung Gedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasep Pasir Bungur Cikaum Pagaden Baru Cipunegara Haurg

Daftar Stasiun Kereta Api - Jalur Selatan

Kita mungkin kenal dengan Jakarta, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya. Ya, semua itu adalah nama kota di Jawa. Tapi tahukah Kaliwedi, Butuh, Luwung Gajah, Kemiri, Bagor? Saya yakin tidak semua orang mengenalnya. Jika Anda sering bepergian dengan Kereta Api melewati jalur selatan maka Anda akan menemukan stasiun dengan nama di atas. Dengan mengetahui perkiraan letaknya maka Anda bisa mengetahui posisi Anda sedang berada di dekat kota mana. Berikut ini disajikan nama-nama stasiun yang dilewati Kereta Api jika Anda bepergian melalui jalur selatan (dari Pasar Senen sampai dengan Surabaya Gubeng). Stasiun yang dicetak tebak terbasuk kategori stasiun besar. Tut tut tut ... PASAR SENEN Gangsentiong Kramat Pondok Jati JATINEGARA Cipinang Klender Buaran Klender Baru Cakung Rawabebek Kranji BEKASI Bekasi Timur Tambun Cibitung Telaga Murni Cikarang Lemahabang Kedunggedeh KERAWANG Klari Kosambi Dawuan CIKAMPEK Tanjung Rasa Pabuaran Pringkasap Pasirbungur Cikaum Pagaden B

Nyanyian Rindu Untuk Ibu - Ebiet G Ade

Tubuhmu yang terbungkuk tersandar lemah di kursi kayu tua jemari kurus terkulai menggenggam pena engkau goresan sajak sisa rambutmu perak tinggal sengeggam terbaca pahit kerasnya perjalanan nampakanya ingin kau tumpahkan seluruhnya di dalam puisi Dari alis matamu terbentuk garis guratan kokoh jiwa angin yang deras menghempas tak kau hiraukan batinmu kuat bertahan meskipun raga semakin rapuh tak pernah risau selalu tersimpul senyum sepantasnya kujadikan suri teladan potret perjuangan Oh-oh, ibu, ada yang ingin kutanyakan padamu hasil panen kemarin sesubur panenan yang kita petik bersama Oh-oh, ibu, apa kabar sawah kita sepetak masih bisakah kita tanami atau terendam ditelan zaman Setelah cucumu lahir aku lebih faham betapa beratnya membesarkan dan setia melindungi semua anak-anakmu kita yang selalu hidup sederhana kau sanggup mengasuh hingga kami dewasa dengarkankah nyanyian yang aku peruntukkan buatmu ibu....