Sekarang kita ngomong tentang psikologi lagi. Artikel dari Kompas 19 Juli 2009 ini berisi bagaimana kita bersikap dalam memilih calon pendamping kita. Tidak ada maksud apapun dalam pemilihan tulisan ini, hanya sekedar berbagi dengan semua orang yang sedang dalam masa "penantian".
Melanjutkan bahasan tentang sisi negatif ”terlalu mencinta”, kita masih menelaah diri sendiri sambil menetapkan kejelasan mengenai karakteristik calon pasangan hidup agar tidak mengulang pola lama yang merugikan dan terbantu dalam menata hidup.
Ada yang terjebak dalam hubungan menyakitkan, dan sering itu terkait dengan pembelajaran yang diperoleh dari lingkungan terdekat di masa lalu. Bagaimana sejarah hidup kita dan karakteristik diri yang terbentuk?
Beberapa kasus menunjukkan, kasih sayang dan perlindungan berlebihan, misalnya kepada anak perempuan, apalagi bungsu, menyebabkan individu tidak terlatih berpikir kritis. Ia terbiasa dalam kungkungan larangan, mengembangkan karakteristik diri polos dan naif, mudah percaya, yakin orang lain mengatur dan menguasai karena mencintai. Karena itu, individu mungkin cenderung tertarik pada yang terlihat ”berwibawa”, ”berkuasa”, yang melarang-larang, bahkan menghukum.
Ada kasus-kasus khusus yang menyebabkan individu mengembangkan citra diri negatif, misalnya terus-menerus dibandingkan dengan anak-anak lain dalam hal fisik, kepandaian, bakat, atau selalu dinilai ”kurang”. Pada perempuan sering terkait dengan pemahaman seksualitas perempuan yang dibangun di lingkungan, misalnya perempuan wajib patuh dan melayani, kurang berharga bila ”tidak cantik”, ”tidak punya pacar”, ”terlanjur tidak perawan”, atau ”gagal mempertahankan perkawinan”.
Pada individu dengan karakteristik di atas, ”radar” untuk menyeleksi orang-orang yang berhubungan dengannya mungkin bekerja kurang baik, malah bisa menyesatkan. Ia dapat menyalahartikan ”perintah” dan ”larangan” sebagai kepedulian, tuntutan seksual dikira cinta, kemarahan dan hukuman disangka kasih sayang. Bahkan sikap kasar dan egoisme berlebihan dari pasangan mungkin dimaknai sebagai kewajiban untuk membantu yang dicintai menjadi manusia lebih baik, atau petunjuk bahwa diri sendiri ”harus lebih sabar, lebih melayani, lebih mengerti”.
Tidak mampu vs mampu mencintai
”Ia melarang saya berhubungan dengan teman-teman dekat. Ia melarang saya menelepon ke kantornya, tetapi ia sangat sering menelepon ke kantor saya, marah-marah ke satpam dan teman kerja bila saya masih rapat dan belum bisa dihubungi. Waktu ayah angkat saya meninggal, saya dilarang pergi melayat dan membantu keluarga, ’pokoknya tidak boleh’. Ia juga marah ketika tahu saya mengirim sebagian gaji saya untuk ibu saya. Saya bingung bagaimana bersikap menghadapi teman-teman, khususnya lawan jenis, karena dia cemburu sekali dan bisa-bisa teman saya itu didamprat bila ia curiga....”
Meski tidak ada manusia sempurna, kita tetap punya petunjuk mengenai karakteristik orang yang dapat atau tidak menjadi pasangan yang baik. Bagaimana karakteristik (calon) pasangan Anda?
Kuat menggunakan standar ganda? Misalnya, ”saya boleh selingkuh, kamu harus sepenuhnya setia”; ”saya yang memutuskan, kamu nurut saja”; atau ia marah sekali saat Anda melakukan kesalahan kecil, sementara ia dengan mudah terlambat, membatalkan janji, tidak melakukan kewajibannya? Intinya, ia terlalu sibuk menekankan hak dan aturan-aturannya sendiri, tetapi memberikan banyak larangan bagi Anda, menuntut kewajiban Anda untuk melayani, memahami, mengikuti kemauannya?
Mengancam, melakukan tindakan-tindakan kasar atau menyakitkan untuk memaksakan keinginan, sampai Anda didera takut, terluka batin dan fisik? Sampai Anda harus berbohong di depan orang lain, sulit bekerja atau menjalankan aktivitas dengan baik, mengalami kekacauan batin, bahkan merasa ”sudah berubah kepribadian”?
Perilaku dan dasar kemarahannya membuat Anda serba salah karena tidak konsisten dan berubah-ubah mengikuti mood, misalnya suatu saat sangat marah karena Anda bercakap-cakap dengan kenalan, tetapi ketika Anda menjaga jarak, ia juga marah karena Anda dianggap tidak ramah kepada temannya? Umumnya menunggu Anda membayari kencan, tetapi saat lain tiba-tiba marah karena merasa tersinggung saat Anda melakukan hal yang sama? Menuntut Anda dekat ke keluarganya, tetapi melarang Anda berhubungan dengan keluarga dan sahabat-sahabat Anda sendiri?
Hubungan dengannya membuat Anda terbebani secara finansial karena ia penuh perhitungan yang berlebih-lebihan dan tidak adil, dengan berbagai alasan enggan berbagi, terus menunggu dibayari, bahkan mengatur-atur dan mau menguasai uang atau milik Anda?
Mungkin (calon) pasangan Anda sangat memesona karena kepandaian atau penampilan fisiknya. Atau pengalaman masa lalu menumpulkan kemampuan kerja ”radar” Anda dan membuat ia terlihat menarik. Bagaimanapun, bila ia kuat menunjukkan sebagian gambaran di atas, tampaknya Anda harus menemukan alasan sangat meyakinkan untuk melanjutkan hubungan karena sepertinya ia bukan orang yang mampu mencintai. Kebersamaan dengannya tampaknya akan lebih banyak berisi kebingungan, penderitaan, dan kesakitan.
Pribadi yang baik dan mampu mencinta adalah ia yang menunjukkan kepedulian, mampu dan senang berbagi, ingin tahu apa yang disukai pasangan, ingin lebih mengenal orang-orang penting dalam kehidupan pasangan, menunjukkan perhatian khusus saat pasangan mengalami masalah atau sakit, dapat menunda desakan kebutuhannya bila pasangan belum mampu memenuhi. Pendeknya, dalam berbagai keterbatasannya, ia ingin membuat pasangan bahagia, menunjukkan hal-hal nyata untuk membantu pertumbuhan pribadi pasangan dalam kebersamaan yang ada.
Kita tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi dapat menata masa depan. Selamat mencintai secara bijaksana, dengan membina hubungan hanya dengan orang yang memang mampu mencinta.
Kristi Poerwandari, PSIKOLOG
Melanjutkan bahasan tentang sisi negatif ”terlalu mencinta”, kita masih menelaah diri sendiri sambil menetapkan kejelasan mengenai karakteristik calon pasangan hidup agar tidak mengulang pola lama yang merugikan dan terbantu dalam menata hidup.
Ada yang terjebak dalam hubungan menyakitkan, dan sering itu terkait dengan pembelajaran yang diperoleh dari lingkungan terdekat di masa lalu. Bagaimana sejarah hidup kita dan karakteristik diri yang terbentuk?
Beberapa kasus menunjukkan, kasih sayang dan perlindungan berlebihan, misalnya kepada anak perempuan, apalagi bungsu, menyebabkan individu tidak terlatih berpikir kritis. Ia terbiasa dalam kungkungan larangan, mengembangkan karakteristik diri polos dan naif, mudah percaya, yakin orang lain mengatur dan menguasai karena mencintai. Karena itu, individu mungkin cenderung tertarik pada yang terlihat ”berwibawa”, ”berkuasa”, yang melarang-larang, bahkan menghukum.
Ada kasus-kasus khusus yang menyebabkan individu mengembangkan citra diri negatif, misalnya terus-menerus dibandingkan dengan anak-anak lain dalam hal fisik, kepandaian, bakat, atau selalu dinilai ”kurang”. Pada perempuan sering terkait dengan pemahaman seksualitas perempuan yang dibangun di lingkungan, misalnya perempuan wajib patuh dan melayani, kurang berharga bila ”tidak cantik”, ”tidak punya pacar”, ”terlanjur tidak perawan”, atau ”gagal mempertahankan perkawinan”.
Pada individu dengan karakteristik di atas, ”radar” untuk menyeleksi orang-orang yang berhubungan dengannya mungkin bekerja kurang baik, malah bisa menyesatkan. Ia dapat menyalahartikan ”perintah” dan ”larangan” sebagai kepedulian, tuntutan seksual dikira cinta, kemarahan dan hukuman disangka kasih sayang. Bahkan sikap kasar dan egoisme berlebihan dari pasangan mungkin dimaknai sebagai kewajiban untuk membantu yang dicintai menjadi manusia lebih baik, atau petunjuk bahwa diri sendiri ”harus lebih sabar, lebih melayani, lebih mengerti”.
Tidak mampu vs mampu mencintai
”Ia melarang saya berhubungan dengan teman-teman dekat. Ia melarang saya menelepon ke kantornya, tetapi ia sangat sering menelepon ke kantor saya, marah-marah ke satpam dan teman kerja bila saya masih rapat dan belum bisa dihubungi. Waktu ayah angkat saya meninggal, saya dilarang pergi melayat dan membantu keluarga, ’pokoknya tidak boleh’. Ia juga marah ketika tahu saya mengirim sebagian gaji saya untuk ibu saya. Saya bingung bagaimana bersikap menghadapi teman-teman, khususnya lawan jenis, karena dia cemburu sekali dan bisa-bisa teman saya itu didamprat bila ia curiga....”
Meski tidak ada manusia sempurna, kita tetap punya petunjuk mengenai karakteristik orang yang dapat atau tidak menjadi pasangan yang baik. Bagaimana karakteristik (calon) pasangan Anda?
Kuat menggunakan standar ganda? Misalnya, ”saya boleh selingkuh, kamu harus sepenuhnya setia”; ”saya yang memutuskan, kamu nurut saja”; atau ia marah sekali saat Anda melakukan kesalahan kecil, sementara ia dengan mudah terlambat, membatalkan janji, tidak melakukan kewajibannya? Intinya, ia terlalu sibuk menekankan hak dan aturan-aturannya sendiri, tetapi memberikan banyak larangan bagi Anda, menuntut kewajiban Anda untuk melayani, memahami, mengikuti kemauannya?
Mengancam, melakukan tindakan-tindakan kasar atau menyakitkan untuk memaksakan keinginan, sampai Anda didera takut, terluka batin dan fisik? Sampai Anda harus berbohong di depan orang lain, sulit bekerja atau menjalankan aktivitas dengan baik, mengalami kekacauan batin, bahkan merasa ”sudah berubah kepribadian”?
Perilaku dan dasar kemarahannya membuat Anda serba salah karena tidak konsisten dan berubah-ubah mengikuti mood, misalnya suatu saat sangat marah karena Anda bercakap-cakap dengan kenalan, tetapi ketika Anda menjaga jarak, ia juga marah karena Anda dianggap tidak ramah kepada temannya? Umumnya menunggu Anda membayari kencan, tetapi saat lain tiba-tiba marah karena merasa tersinggung saat Anda melakukan hal yang sama? Menuntut Anda dekat ke keluarganya, tetapi melarang Anda berhubungan dengan keluarga dan sahabat-sahabat Anda sendiri?
Hubungan dengannya membuat Anda terbebani secara finansial karena ia penuh perhitungan yang berlebih-lebihan dan tidak adil, dengan berbagai alasan enggan berbagi, terus menunggu dibayari, bahkan mengatur-atur dan mau menguasai uang atau milik Anda?
Mungkin (calon) pasangan Anda sangat memesona karena kepandaian atau penampilan fisiknya. Atau pengalaman masa lalu menumpulkan kemampuan kerja ”radar” Anda dan membuat ia terlihat menarik. Bagaimanapun, bila ia kuat menunjukkan sebagian gambaran di atas, tampaknya Anda harus menemukan alasan sangat meyakinkan untuk melanjutkan hubungan karena sepertinya ia bukan orang yang mampu mencintai. Kebersamaan dengannya tampaknya akan lebih banyak berisi kebingungan, penderitaan, dan kesakitan.
Pribadi yang baik dan mampu mencinta adalah ia yang menunjukkan kepedulian, mampu dan senang berbagi, ingin tahu apa yang disukai pasangan, ingin lebih mengenal orang-orang penting dalam kehidupan pasangan, menunjukkan perhatian khusus saat pasangan mengalami masalah atau sakit, dapat menunda desakan kebutuhannya bila pasangan belum mampu memenuhi. Pendeknya, dalam berbagai keterbatasannya, ia ingin membuat pasangan bahagia, menunjukkan hal-hal nyata untuk membantu pertumbuhan pribadi pasangan dalam kebersamaan yang ada.
Kita tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi dapat menata masa depan. Selamat mencintai secara bijaksana, dengan membina hubungan hanya dengan orang yang memang mampu mencinta.
Kristi Poerwandari, PSIKOLOG
Comments